Gunadarma University
Tulisan Ilmu Budaya Dasar 3 : Cerita Pendek dan Sinopsis Film
12/15/2015 12:35:00 pm
Tulisan 3A : Cerita Pendek (hubungan manusia dan cinta kasih)
Nama : Megah Pahleti
NPM : 17215540
Kelas : 1EA07
Ketika Waktu telah Terhenti
Hari yang melelahkan dengan teriknya matahari dan sapuan udara bercampur debu. Daun-daun berguguran lalu terbang tersapu angin. Terlihat sesosok gadis duduk termenung di kursi taman pusat kota. Terdengar teriakan seseorang dari arah belakang gadis itu.
“Manda…!”
Teriakan itu membuat gadis yang ternyata bernama Amanda itu terkejut dan langsung membalikkan tubuhnya.
“Manda..!!” teriak orang itu lagi. Setelah dia melihat orang yang memanggilnya itu.
“Manda, kamu ke mana saja, Nak? Papa mencarimu dari tadi pagi. Kenapa tiba-tiba kamu tidak ada dirumah?” Tanya orang itu yang ternyata adalah Ayah Amanda sendiri. Amanda tetap diam. Wajahnya tetap murung dengan sedikit tatapan sinis. Papanya mencoba bicara lagi.“Ayolah, Nak. Beritahu Papa. Kamu mau apa?” Sang ayah terus membujuknya untuk bicara.
Perlahan wajah Amanda mulai kelihatan tenang. Dan ia pun mulai bicara.
“Papa nggak akan pernah tau apa yang kuinginkan. Papa egois! Papa selalu mentingin pekerjaan dibandingkan anaknya sendiri! Papa nggak pernah perhatiin aku! Papa nggak akan pernah mengerti dan sampai kapanpun Papa tak akan bisa mewujudkannya!” ucap Amanda.
Ia mengatakan semua yang ada di benaknya. Perasaan yang dulu ia pendam. Dan sekarang perasaan itu sudah memuncak dan tak dapat dikendalikan lagi.Ayah merengut dan tiba-tiba memarahi Amanda.
“Apa yang kamu inginkan lagi dari papa, Amanda? Apa yang kurang dari papa? Papa sudah memberikan semua yang kamu minta. Pakaian, handphone, laptop, accessories dan barang-barang lainnya yang Papa rasa kamu tidak gunakan. Sekarang kamu mau apa? Papa lelah dengan sikapmu yang akhir akhir ini terlihat aneh!”
“Papa nggak akan pernah tau apa yang kuinginkan. Papa egois! Papa selalu mentingin pekerjaan dibandingkan anaknya sendiri! Papa nggak pernah perhatiin aku! Papa nggak akan pernah mengerti dan sampai kapanpun Papa tak akan bisa mewujudkannya!” ucap Amanda.
Ia mengatakan semua yang ada di benaknya. Perasaan yang dulu ia pendam. Dan sekarang perasaan itu sudah memuncak dan tak dapat dikendalikan lagi.Ayah merengut dan tiba-tiba memarahi Amanda.
“Apa yang kamu inginkan lagi dari papa, Amanda? Apa yang kurang dari papa? Papa sudah memberikan semua yang kamu minta. Pakaian, handphone, laptop, accessories dan barang-barang lainnya yang Papa rasa kamu tidak gunakan. Sekarang kamu mau apa? Papa lelah dengan sikapmu yang akhir akhir ini terlihat aneh!”
Mendengar ucapan papanya, sakit hati Amanda semakin menjadi-jadi. Perlahan air matanya keluar. Tetes demi tetes menggambarkan kehidupannya yang kelam.“Kalau Papa memang tak mau ngurusin aku dan kalau papa memang tidak mau peduli lagi denganku, lebih baik Papa buang saja aku. Biar Papa nggak capek lagi dan bisa senang-senang dengan kehidupan Papa yang nggak jelas itu!” Semuanya ia ungkapkan saat itu juga dan akhirnya ia lari pergi meninggalkan Ayahnya.
“Amanda…!!” teriak ayahnya yang lari mengejarnya.
Larian panjangnya tiba-tiba berhenti di depan sebuah rumah kecil yang tak berpenghuni. Langkah kakinya bagaikan tersedot rumah itu. Ia mencoba mengetuk pintu rumah itu. Namun tak ada orang yang membukakannya. Ia terus mengetuk pintu itu berkali-kali. Namun tetap tak ada jawaban. Akhirnya ia mencoba membuka pintu itu. Pintunya tidak dikunci. Ketika ia melihat ke dalam rumah itu, betapa terkejutnya ia. Ia melihat seorang wanita tergeletak tak sadarkan diri dari balik dinding rumah itu.
“Mamaa…Mamaa…!!” teriaknya dengan air mata yang terus menetes.
“Maaaa..! Bangun Maaa..! Bangun…” Amanda mencoba menyadarkan wanita yang ternyata ibunya.
Ibunya Amanda tetap tidak sadarkan diri. Manda pun mulai putus asa. Ingin rasanya ia membawa ibunya ke rumah sakit. Namun, ia tidak bisa membawa ibunya sendirian. Dan walaupun ia lakukan itu, yang pasti ibunya akan marah dengannya. Akhirnya, ia merawat ibunya di rumah itu, hingga keadaan ibunya pulih dan membaik. Sudah dua hari Amanda menginap di rumah itu. Namun ayahnya tak kunjung menjemputnya. Ada dua alasan yang mungkin terjadi dengan ayahnya hingga ayahnya tidak bisa menjemputnya. Yaitu, karena ayahnya tidak tau rumah ini dan karena ayahnya sibuk dengan pekerjaannya.
Di rumah kecil itu, Amanda lebih merasa ceria. Karena ia merasa tidak kesepian. Di rumah itu, ia mempunyai teman ngobrol, mencurahkan isi hatinya, berbagi suka dan duka, tertawa bersama dan hal-hal menarik lainnya. Ketimbang di rumah besar yang sunyi, sepi, senyap, hanya bertemankan harta yang tidak berguna.Mama Amanda sudah sembuh. Amanda pun berpamitan dengan mamanya. Ia takut papanya akan marah besar kalau ia tak kunjung pulang. Ia merasa tersiksa dengan perceraian kedua orang tuanya yang berakibat buruk terhadap masa depannya.Sesampainya di rumah, Amanda langsung masuk ke kamarnya, menguncinya, dan seperti biasa, ia mencurahkan isi hatinya dalam buku harian.
Malam harinya, ayah Amanda pun pulang. Ia langsung menuju kamar Amanda untuk memastikan anaknya itu sudah pulang atau tidak. Ketika pintu kamar Amanda dibuka, Amanda pun terkejut, ia langsung menyembunyikan buku hariannya.
“Amanda.. Kamu sudah pulang? Kamu ke mana saja? Kenapa nggak bilang sama Papa?” sang Ayah mencoba mengintrogasi Amanda.
“Nginep rumah teman, Pa.” Jawab Amanda singkat.
“Kenapa kamu nginep rumah teman? Memangnya kamu nggak punya rumah?” Tanya papa dengan nada pelan.
“Papa! Aku kesepian di rumah ini. Aku tidak merasa bahagia dengan semua harta yang Papa berikan. Aku cuma minta perhatian dan kasih sayang kedua orang tuaku! Dan kalian selalu ada di sampingku. Tapi Papa tidak pernah mengerti apa maksudku!” bentak Amanda. Emosinya memuncak drastis.
“Terus apa maumu?! Bagaimana Papa bisa tahu, kalau kamu nggak ngasih tahu Papa??!!!” bentak ayah dengan nada tinggi.
Ucapan ayahnya membuat Amanda merasakan sakit yang luar biasa. Sekarang bukan hatinya saja yang sakit, seluruh tubuhnya juga ikut sakit. Amanda merintih kesakitan, lama kelamaan dia pusing dan mimisian hingga akhirnya Amandapun jatuh pingsan. Melihat sang anak pingsan, sang ayah langsung membawa Amanda ke rumah sakit. Dan langsung ditangani oleh dokter terhandal.
Sesaat kemudian, dokter keluar dengan wajahnya yang kelihatan pucat. Ayah Amanda pun menghampirinya.
“Apa yang terjadi dengan anak saya, Dok?” tanya ayah Amanda dengan penuh rasa cemas.
“Penyakitnya kambuh lagi.” Ucap dokter itu.
“Penyakit?? Maksud dokter?” Tanya Ayah Amanda heran.
“Iya.. Penyakit… Penyakit leukimianya sudah stadium empat!” Lanjut dokter. Seketika itu pun ayah Amanda terkejut. (Penyakit leukemia? Stadium empat?) Batinnya.
“Maaf, Dok. Setahu saya, anak saya tidak pernah mengidap penyakit leukemia. Apalagi sampai stadium empat. Saya tidak mengerti maksud Anda!” Ucap Ayah Amanda.
“Bapak jangan bercanda. Amanda itu pasien lama saya. Sudah 2 tahun ia saya tangani. Kok Bapak sampai tidak tau masalah ini?” Jelas dokter dengan wajah bingung.Ayah Amanda semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan dokter tersebut.
(Sudah 2 tahun? Tapi mengapa Amanda tidak pernah mengatakannya?) Batinnya lagi.
“Dok, boleh saya masuk ke dalam? Saya mau jenguk anak saya!” Pinta ayah Amanda sambil mengarahkan telunjuknya ke kamar tempat anak semata wayangnya itu dirawat.
Di dalam kamar itu, ia melihat seorang gadis mempertaruhkan nyawanya melawan sakit yang menderanya. Dimanakah sosok seorang ayah yang dia punya? Mengapa ia tak tau apa yang terjadi dengan anaknya? Apakah batin seorang ayah dengan anaknya tidak terikat? Ditengah lamunannya, ia dibuyarkan oleh secercah suara kecil. Ya, suara Amanda.
“Papa..” ucapannya lemah.
“Iya, Nak?” ujar papanya sambil menggenggam tangannya.
“Apa yang ingin kamu katakan, Manda? Bilang saja Nak..” ujar papanya sambil meneteskan air matanya.
“Pppaaa…….” Amanda semakin lemah
“Apa Manda? Apa? Katakan saja Nak! Apa kau kesulitan untuk berbicara? Ini nak.. ini.. Silahkan Manda tuliskan saja kemauan manda” ujar papanya dengan langsung memberikan selembar kertas dan alat tulis yang sambil tidak bisa menahan air matanya lagi.
Mandapun menuliskan sesuatu yang berisi :
Pa, maafin aku..
Aku sayang sama papaa..
Maaf selama ini sikap Manda berubah.
Manda hanya lelah, Pa..
Manda mau pulang..
Manda cuma mau minta sesuatu dari Papa.
Manda mau…
Ucapan Amanda semakin lemah. Denyut nadinya semakin cepat. Nafasnya terengah-engah. Waktupun seakan-akan sudah terhenti untuk Manda. Bagi Amanda, seketika itupun, waktu seakan-akan terhenti. Bahkan untuk selamanya. Amanda pun menghembuskan nafas terakhirnya sebelum mengatakan keinginannya itu.Tangisan langsung meluap dari kedua mata sang ayah. Sampai akhir hayat anaknya, ia tidak dapat mengabulkan permintaan anaknya itu. Sekarang ia tidak tau harus bagaimana. Ia tidak tau apa yang anaknya inginkan. Dan ia tidak tau bagaimana mewujudkannya.
Dua hari setelah kepergian Amanda, sang papa terus saja berdiam diri di rumah. Ia sekarang sadar, harta yang paling berharga baginya bukanlah uang tetapi keluarga beserta cinta dan kasih sayang kedua orang tua untuk anaknya. Ia pun mencoba mengenang Amanda dengan masuk ke dalam kamarnya. Ia membereskan kamar anaknya itu.
Ketika ia sedang membereskan tempat tidur, tak sengaja ia menemukan sebuah diary di bawah bantal. Ia pun kemudian membuka diary itu, dan membacanya.
Deardiary…
Aku tak tau apa yang sedang ku alami
Semuanya berubah begitu saja.
Perceraian Papa dan Mama telah membuatku larut dalam kegelapan.
Aku tak bisa melihat masa depanku nanti.
Sekarang aku mencoba menahan penyakit leukemiaku.
Aku tidak ingin mereka mengetahuinya.
Aku tidak ingin kedua orang tuaku saling menyalahkan.
Cukup aku yang merasakan sakit ini.
Deardiary…
Ya Allah…
Kenapa Kau berikan cobaan ini kepadaku?
Kenapa Kau memberikan sakit ke Mamaku?
Kenapa Kau buat Papa melupakanku?
Kenapa aku tidak pernah bisa menjadi orang yang lebih sabar lagi dalam menahan cobaan ini.
Ya Allah..
Yang hambaMu inginkan cuma satu.
Tolong persatukan keluarga kami lagi.
Tolong satukan Papa dan Mama agar Papa bisa merawat Mama.
Karena mungkin hamba tidak bisa merawat Mama lagi.
Karena mungkin Kau akan memanggil hamba.
Jadi hamba mohon, persatukan keluarga hamba.
Papa… yang Amanda minta selama ini adalah itu.
Manda minta Papa menjemput mama di rumah kecil di bawah jembatan tua.
Dan Amanda ingin Papa menjaga dan merawat Mama untuk selamanya.
Hingga akhir hayat.
Amiiinn… Ya Rabbal A’lamin.
Tetesan air mata berjatuhan. Isak tangis meluap. Sekarang.. saat itu juga ayah Amanda pergi menjemput mantan istrinya itu sesuai kehendak Amanda. Di rumah kecil itu, ia melihat mantan istrinya duduk termenung. Ia pun mendekatinya dan perlahan mengatakan tentang kepergian Amanda. Mendengar berita itu, sang ibu langsung menangis. Ia tak dapat menerima semua itu. Namun, ia pun tidak bisa mengelak takdir illahi. Sesuai keinginan Amanda, kedua orangtuanya pun bersatu kembali.
Nama : Megah Pahleti
NPM : 17215540
Kelas : 1EA07
Tulisan 3B : Sinopsis Film (hubungan manusia dan penderitaan)
AIR MATA SURGA
Air Mata Surga merupakan film Indonesia yang bercerita tentang perjuangan seseorang wanita untuk mempertahankan cintanya hingga akhir hayat. Air Mata Surga merupakan film yang diilhami kisah nyata, memoar seorang perempuan yang menggenggam cinta hingga akhir hayatnya. Film ini merupakan adaptasi novel mega best seller berjudul Air Mata Tuhan, karya Aguk Irawan.
Film diawali dengan adegan drama yang tegang, seorang perempuan bernama Fisha (Dewi Sandra) mengajukan proposal tesis S2 disalah satu kampus di Yogyakarta. Dia bisa tersenyum karena proposalnya diterima oleh dosen pemeriksa. Setelah itu, dia mendapat tugas baru agar menghubungi seorang dosen pembimbing tesisnya bernama Fikri (Richard Kevin). Namun, tak mudah Fisha bisa bertemu langsung Fikri. Pasalnya, dosen pembimbing itu tingga di Jakarta.
Fisha pakai segala cara agar bisa menghubungi Fikri. Pada akhirnya, Fikri membalas surat elektronik Fisha dan meminta bertemu di Jakarta. Fisha pun langsung berangkat ke Jakarta dari Jogja menggunakan kereta api. Sesampainya di kantor Fikri, Fisha langung mengagumi desain ruangan kantor Fikri yang tidak ada kursi dan meja. Yang tampak mencolok hanya sajadah yang tergelar menghadap kiblat.
Perbincangan selesai, Fisha langsung bertolak kembali ke Jogja. Namun, alangkah terkejut saat ada surat dari teman kecilnya, Hamzah (Morgan Oey) yang mengajaknya menikah. Fisha pun labil karena selama ini Hamzah sudah seperti kakaknya.
Di saat Fisha bimbang dengan lamaran Hamzah, dosen pembimbing tiba-tiba datang ke Jogja dan menemui keluarga Fisha untuk bicara pernikahan. Meski intesitas pertemuan tak sampai satu hari, mereka pun akhirnya menikah di Jakarta.
Konflik mulai muncul setelah mereka menikah. Hubungan Fisha dengan ibunda Fikri, Halimah (Roweina), kurang harmonis. Masalahnya Halimah sudah lama ingin menjodohkan Fikri dengan perempuan pilihannya, Riri (Imaz Fitria), anak sahabat almarhum suaminya. Apalagi bahtera rumah tangga Fisha juga menghadapi cobaan. Dia alami keguguran dua kali hingga tak jua mendapatkan seorang anak. Tentu sedih dan terpukul, apalagi suami Fisha diminta mertuanya untuk menceraikannya.
Nama : Megah Pahleti
NPM : 17215540
Kelas : 1EA07
Location : National Gallery of Indonesian
In frame :
Me, Chindrila, Puguh