Gunadarma University

TULISAN ILMU BUDAYA DASAR 1 : WUJUD KEBUDAYAAN CIREBON

11/15/2015 02:24:00 am

Keraton Kasepuhan Cirebon
Sumber : google

Eksistensi Kesultanan Cirebon memang tidak sebesar Keraton Yogyakarta. Meskipun demikian, bukan berarti Keraton di Cirebon tidak menarik untuk dikunjungi. Cirebon memiliki sebuah keraton indah yang memiliki nilai sejarah dan budaya yaitu Keraton Kesepuhan.

Keraton Kesepuhan adalah 1 dari 2 keraton utama di Cirebon selain Keraton Kanoman. Selain itu ada keraton lainnya yaitu Kacirebonan. Dibandingkan 2 keraton lainnya, Kasepuhan jauh lebih tua, besar dan terawat. Tak heran jika Keraton Kasepuhan menjadi destinasi wisata utama di Cirebon yang tak pernah sepi dikunjungi wisatawan. 

Namun tidak hanya itu. Bangunan arsitektur yang megah dengan sejumlah ornamen serta benda yang membentuk fasadnya, Keraton Kasepuhan merupakan perpaduan 3 kebuayaan yakni Jawa, Eropa, dan Tiongkok. Keraton ini pun merefleksikan keharmonisan 3 agama yakni Islam, Hindu dan Budha. Pengaruh 3 budaya dan 3 agama itulah yang membuat Keraton Kasepuhan lebih istimewa dibanding keraton-keraton lainnya. 

Keraton Kasepuhan didirikan oleh Pangeran Cakrabuana pada tahu 1529. Ketika itu Cirebon masih bernama Caruban dan Islam sedang berkembang pesat di daerah tersebut. Keraton Kasepuhan merupakan perluasan dari Keraton Pakungwati yang lebih dulu berdiri di Caruban. Sisa dan jejak Keraton Pakungwati hingga kini masih dilihat di sebelah timur Keraton Kasepuhan. 

Bertandang ke Keraton Kasepuhan tak hanya memberikan pengalaman wisata yang menyenangkan tapi juga menjadi perjalanan sejarah menyimak masa-masa akulturasi berbagai kebudayaan dan agama di Indonesia pada masa lampau. Bentuk dan pengaruh berbagai kebudayaan serta agama itu dapat dengan jelas ditemukan di beberapa bagian keraton. 

Selain sebagai pusat pemerintahan, di masa jayanya Keraton Kasepuhan juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Pengaruh Islam pun sangat kental pada bangunan-bangunan di dalam keraton. Misalnya pada jumlah tiang penyangga beberapa pendopo yang berjumlah 5 melambangkan rukun Islam dan 6 yang melambangkan rukun Iman. Di dalam bangsal Pringgadani juga terdapat lukisan Macan Ali yang berasal dari Timur Tengah. Macan Ali adalah lambang Cirebon pada masa lalu. Selain itu ada Langgar Alit yang berfungsi sebagai tempat beribadah dan membaca Al-Quran. 

Pengaruh perhitungan Feng Shui juga terlihat pada penataan jalan di dalam kompleks keraton yang cenderung tidak lurus. Bahkan lorong menuju ruangan bangsal utama juga dibuat berbelok dari serambi. Unsur kebudayaan Tiongkok lainnya terlihat pada warna bangunan bangsal yang didominasi warna emas dan hijau. Kompleks Kasepuhan juga dikelilingi air sebagai representasi laut yang bermakna kerendahan dan keluasan hati. Ketika memasuki kompleks keraton pengunjung juga terlebih dahulu akan melewati jembatan di atas sungai kecil yang hingga kini masih mengalirkan air. 

Tepat bersisian dengan taman adalah halaman pertama keraton yang sangat kental dengan pengaruh Hindu. Untuk memasuki dan melewati halaman ini terdapat 2 buah gapura yakni Gapura Adi dan Gapura Banteng. Kedua gapura yang terletak di utara dan selatan tersebut terbuat dari susunan batu bata merah. Gapura-gapura itu meruncing ke atas seperti bentuk gunung dilengkapi dengan beberapa anak tangga. Bentuk ini sangat kuat mencirikan bangunan Hindu-Budha. 

Halaman pertama tak lain adalah Siti Inggil dengan beberapa bangunan kecil menyerupai pendopo. Bangunan-bangunan itu berlantai tegel dengan beberapa tiang kayu yang antara lain berfungsi sebagai tempat istirahat pengawal raja dan tempat duduk menyaksikan berbagai petunjukkan atau acara. Ada juga yang berfungsi sebagai tempat duduk penasihat raja dan tempat pemeriksaan tamu sebelum menghadap raja di masa lalu. Kompleks Siti Inggil dikelilingi oleh tembok batu bata merah juga bersambungan dengan kedua gapura.

Meninggalkan Siti Inggil kita akan langsung memasuki halaman kedua yang dibatasi tembok bata dengan terdapat dua gerbang yang salah satunya berukuran besar dengan daun pintu berupa kayu yang tebal. Halaman ini terbagi menjadi 2 kompleks utama yaitu halaman Pengada dan Langgar Agung. 

Bagian Pangada berupa area terbuka dengan sebuah bangunan di sisi timur. Di kompleks pengada terdapat bekas sumur yang menurut cerita dahulu merupakan sumber air untuk memberi minum kuda. Di sisi barat halaman kedua adalah Langgar Agung yang kini merupakan mushola keraton. Langgar Agung memiliki atap berbentuk limas yang mencirikan bangunan Jawa.

Di selatan halaman kedua yang dibatasi oleh tembok berwarna putih adalah halaman utama yang didalamnya terdapat sejumlah bangunan utama Keraton Kasepuhan. Arsitektur dan fasad bangunan-bangunannya sangat kontras dengan Siti Inggil yang bercirikan Hindu dan Jawa.

Bangunan-bangunan di halaman ketiga ini kental dengan pengaruh budaya Eropa dan Tiongkok. Meski demikian ada satu bangunan pendopo Sri Manganti di sisi timur bangsal keraton yang berupa rumah joglo khas Jawa. Bangunan itu berdinding terbuka dan menjadi tempat “transit” para tamu yang hendak bertemu keluarga Kraton.

Taman Bunderan Dewandaru
Sumber : google

Pada bagian tengah halaman utama terdapat sebuah taman yang menjadi landmark Keraton Kasepuhan yaitu Taman Bunderan Dewandaru. Sesuai namanya tempat ini berupa taman yang cukup luas dengan sisi terdalam berupa bunderan dengan sebuah pagar besi yang rendah mengelilingi. Beberapa pohon besar dengan kanopit teduh tumbuh di sisi barat dan timur bunderan. 

Patung Macan Putih
Sumber : google

Di Taman Bunderan Dewandaru terdapat sebuah 2 patung macan putih yang saling berhadapan. Macan putih adalah lambang dari Padjajaran yang bermakna bahwa Keraton Kasepuhan merupakan penerus Kerajaan Padjajaran. Selain itu juga terdapat 2 meriam peninggalan Eropa yang diberi nama Nyi Santomo dan Ki Santoni. Sedikit pengaruh Hindu-Budha masih terlihat dari adanya patung lembu kecil atau Nandi yang letaknya agak tersembunyi di bawah kanopi semak di dalam taman.

Bangsal Utama
Sumber : google

Bangsal Keraton Kasepuhan
Sumber : google

Berada satu garis lurus di selatan Taman Bunderan Dewandaru adalah bangunan Bangsal Utama Keraton Kasepuhan. Tampak depan terlihat pengaruh kebudayaan Eropa dari beberapa tiang tembok yang besar dan bercat putih. Sementara di bagian dalam pengaruh kebudayaan Jawa dan Tiongkok lebih dominan. Seperti keraton-keraton lain pada umumnya, bagian dalam bangsal Keraton Kasepuhan juga tertutup untuk wisatawan.

Gamelan Sekaten dari Demak
Sumber : google

Meriam dari Cina
Sumber : google

Di sisi barat Taman Bunderan Dewandaru berdiri bangunan museum benda-benda kuno. Di dalamnya tersimpan banyak benda peninggalan sejarah yang juga menjadi bukti pengaruh berbagai budaya dan agama di Keraton Kasepuhan. Beberapa di antaranya adalah seperangkat gamelan sekaten dari Demak, puluhan meriam dari China dan Portugal dan kotak perhiasan emas dari Tiongkok. Sayangnya beberapa benda tersebut kondisinya sudah rusak.

Beralih ke sisi timur merupakan museum kereta dengan koleksi utama Kereta Singa Barong yang menjadi kendaraan raja Keraton Kasepuhan. Kereta Singa Barong dibuat tahun 1549 dengan teknologi yang tergolong sudah sangat maju untuk ukuran masa itu.

Kereta Singa Barong
Sumber : google

Kereta Singa Barong berbentuk Burung Bouraq dengan kepala Naga namun berbelalai Gajah. Bentuk yang tidak lazim itu melambangkan akulturasi tiga kebudayaan. Badan dan sayap Burung Bouraq merupakan pengaruh agama Islam. Sementara belalai gajah adalah simbol dari agama Hindu. Sementara kepala Naga merupakan bentuk pengaruh dengan kebudayaan Tiongkok dan Budha. Pengaruh kebudayaan Tiongkok juga terlihat dari cat yang melapisi kereta yakni merah, kuning, emas dan hijau.

Aktivitas Pernikahan Adat Keraton Kasepuhan


Busana Pengantin Cirebon
Sumber : google

Busana pengantin Cirebon ada dua macam, yang berwarna hijau kombinasi ungu dengan model kemben dan dilengkapi teratai yang sewarna dengan kemben pada bahu dan dadanya,disebut pakaian pengantin corak kebesaran,sedangkan yang model kebaya dan jas dari beludru hitam atau hijau disebut busana pengantin bercorak Kepangeran.

Sejak tahun 1985,busana pengantin yang lazim digunakan oleh dua Keraton Cirebon yakni Kasepuhan dan Kanoman ditetapkan sebagai busana pengantin Cirebon maka busana pengantin kedua keraton kini resmi sebagai busana adat pengantin Cirebon,karena berasal dari dua keraton mka busana pengantin Cirebon pun terbagi menjadi dua macam yakni busana pengantin Kepangeran yang berasal dari Keraton Kasepuhan dan Busana pengantin kebesaran yang berasal dari Keraton Kanoman,tapi karena kedua keraton tersebut yang memang pada awalnya merupakan keraton yang sama maka tak heran kiranya jika kemudian aksesoris yang dipakai dalam busana pengantin kedua keraton ini memiliki kesamaan satu sama lain,begitupun dengan makna-makna dari simbol yang terkandung didalamnya sbb :

1.Busana Pengantin Wanita

Busana yang dikenakan oleh pengantin wanita untuk menutup bagian atas tubuhnya digunakan kemben hijau yang berhiaskan Manik-manik warna keemasan dan untuk menutup bagian bawah sendiri digunakan kain berlancar dan dodot Cirebonan dengan warna dasar Violet muda yang diberi motif dengan bentuk besar-besar disetiap pojoknnya,sedangkan untuk bagian dada hingga ke leher digunakan tratean,yaitu sebuah kain yang berbentuk melingkar yang fungsinya untuk menutup bagian dada,bahu hingga ke belikat.Untuk warna,motif dan bahan yang digunakan untuk teratean ini disesuaikan dengan motif,warna dan bahan yang digunakan untuk kemben agar telihat senada dan tak terkesan tumpang tindih.makna yang terkandung dalam teratean ini sendiri adalah berasal dari kata teratai yaitu sejenis bunga yang tumbuh di air dan limpur tapi memiliki bunga yang sedemikian indah.

Untuk aksesoris yang dipakai pengantin wanita sendiri adalah antara lain Mahkota Suri berhias permata asem jarot yang dikenakan di kepala di kepala yang telah bersanggul, kemudian aksesoris lain yang dipakai oleh pengantin perempuan adalah untaian bunga melati yang menjuntai dari pelipis hingga kedada,giwang yang dikenakan di telinga kiri kanan,cincin yang dikenanakan di kedua jari manis,kalung tiga susun yang seolah-olah tertempel pada teratean untuk menghiasi leher dan dada,kelat bahu berbentuk naga yang dikenakan dibagian lengan dekat bahu yang bermakna bahwa sang pengantin tetap siap secara fisik maupun mental untuk mengarungi bahtera rumah tangga,gelang kono yang dipakai di kedua pergelangan tangan yang dari bentuknya yang membulat memiliki makna atau simbol dari kebulatan tekad,sabuk yang melingkar di pinggang yang terbuat dari emas atau logam lain yang disepuh dengan warna keemasan dan yang terakhir adalah selop berhias manik-manik yang motif dan warnanya disesuaikan dengan warna kemben dan teratean pada bagian dada.

Jika kita amati,busana pengantin dan aksesoris yang dipakai oleh mempelai wanita ini didominasi oleh kedua jenis warna yakni hijau dan kuning,ini jelas bukan sekedar warna tanpa makna,warna hijau dalam tradisi islam merupakan manifestasi  dari kata Rahmaan dan kuning sendiri adalah simbol warna untuk kata Rahiim,jadi kedua warna tadi yaitu hijau dan kuning merupakan simbol dari kalimat BASMALAH yang merupakan kalimat yang selalu diucapkan umat islam setiap akan melakukan sesuatu.Basmalah adalah gerbang dari segala perbuatan kedepan yang akan dilakukan,untuk itu dengan hijau dan kuning yang berarti mengucap Basmalah,mengingat kepada sang pengantin bahwa perkawinan ini haruslah diawali dengan niat baik demi untuk menggapai Ridho Allah.

2.Busana Pengantin Pria

Pada bagian kepala pengantin Pria dikenakan sebuah mahkota yang berbentuk bundar dan menyempit keatas dengan tinggi sekitar 25 cm,dan terbuat dari bahan berudru berwarna hijau yang dilapisi dengan emas dan permata disekeliling lingkarannya. Untuk bagian atas tubuh pengantin pria dikenakan baju oblong berwarna putih atau gading,baju ini berlengan pendek. Kemudian untuk menutupi bagian dada seperti hanya pada pengantin perempuan,dikenakanlah teratean dengan motif dan warna yang sama persis dengan yang dikenakan oleh pengantin perempuan yang memiliki makna bahwa keduanya memang sehati dan suyunan dalam memutuskan menjadi suami istri,satu-satunya yang membedakan teratean yang dikenakan oleh pengantin pria dengan pengantin perempuan ini hanyalah pada masalah bentuk saja,disesuaikan dengan lambang yoni dan lingga.

Untuk bagian bawah pengantin pria mengenakan celana tiga perempat yang jatuh beberapa centi dibawah lutut,celana yang pada bagian bawahnya terdapat sulaman benang emas ini terbuat dari beludru yang berwarna senada dengan baju yang dikenakan,pengantin pria juga memakai kain Dodot Khas Cirebon dipinggangnya lalu diatas Dodot batik itu dililitkan satu helai stagen Cinde dan diperkuat dengan kamus epek timang yang juga terbuat dari beludru.

Tak ketinggalan juga selendang dan satu Dodot Kewer yang menhiasi kedua pahanya dibagian depan agak menyamping,dan yang terakhir adalah Keris yang dikenakan dibagian pinggang dengan hiasan ombyok dari bunga mawar disela-sela gagangnya,makna dari keris ini sendiri adalah untuk mengingatkan kepada mempelai pria bahwa dia harus melindungi keluarganya dari bahaya yang datang dari luar,menjaga keselamatan keluarga merupakan kehormatan terbesar bagi laki-laki.
Untuk aksesoris lain yang dipakai hampir sama seperti yang dipakai oleh mempelai yakni Cincin,Kalung,Kelat bahu berbentuk Naga,Gelang kuno dan sebagainya.

UPACARA ADAT CIREBON

Cirebon merupakan kota yang berposisi di pesisir utara perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah dimana pernah mengalami masa kejayaan sebagai salah satu pusat perkembangan agama Islam di Pulau Jawa. Ditunjang posisi geografisnya, Cirebon memiliki kekayaan budaya yang beragam dengan keunikan dan daya tarik tersendiri. Cirebon juga memiliki potensi budaya, seni dan ekonomi yang tinggi.

Peninggalan kejayaan Cirebon di masa silam masih dapat dirasakan hingga saat ini. Sebagai kota pelabuhan yang memiliki akses ke dunia luar membuat kota ini mendapat pengaruh dari budaya Cina dan Arab yang dapat dilihat dalam seni dan budaya masyarakatnya, tak terkecuali dalam tata cara pernikahan.

Seperti halnya adat pengantin Jawa, awal dari seluruh upacara ialah acara lamaran. Sewaktu melamar pihak calon mempelai pria membawa sebilah keris untuk melambangkan kesetiaan, juga keperluan dapur selengkap-lengkapnya. Upacara dilanjutkan dengan Siraman Tawandari. Bila pada adat Jawa acara siraman dilakukan secara terpisah di rumah masing-masing calon pengantin putri.

Upacara selanjutnya yang tak kalah menarik ialah upacara Tunggak Jati Leluhur, yaitu merupakan upacara ziarah untuk mohon doa restu ke makam leluhur (Sunan Gunung Jati). Dalam upcara ini pihak calon pengantin pria melakukan ziarah. Setelah selesai kembalikan lagi ke pini sepuh pihak pengantin pria.

Puncak dari acara ini adalah akad nikah. Acara dibuka dengan dialog antara pini sepuh wakil dari kedua mempelai yang isinya adalah ucapan serah terima dari pihak mempelai pria pada mempelai wanita. Kemudian dilanjutkan dengan acara Ijab Kabul dan upacara temu pengantin yang sering kita dengar istilah “Temon”.

Diselaraskan dengan budaya leluhur, masyarakat Cirebon melakukan tahapan upacara adat perkawinan secara sakral. Berikut adalah tahapannya:

Njegog atau tetali (meminang)

Utusan pihak pria datang ke rumah orangtua gadis dan menyampaikan maksud kedatangannya meminang anak gadis. Lalu ibu si gadis akan memanggil anaknya untuk dimintai persetujuan. Si gadis pun memberikan jawaban disaksikan utusan tersebut. Setelah mendapat jawaban, utusan dan orangtua si gadis langsung berembug menentukan hari pernikahan. Setelah ada kesepakatan, utusan mohon diri untuk menyampaikan kepada orangtua pihak pria.

Seserahan

Pada hari seserahan, orangtua gadis didampingi keluarga dekatnya menerima kedatangan utusan pihak pria yang disertai rombongan pembawa barang seserahan, antara lain: pembawa buah-buahan, umbi-umbian, sayur-mayur, pembawa mas picis yaitu mas kawin berupa perhiasan dan uang untuk diserahkan kepada orangtua gadis.

Siram tawandari

Kedua calon pengantin oleh juru rias dibawa ke tempat siraman (cungkup) dengan didampingi orangtua dan sesepuh. Saat berjalan menuju tempat siraman dengan iringan gending nablong, calon pengantin memakai sarung batik khas Cirebonan yakni kain wadasan.

Biasanya berwarna hijau yang melambangkan kesuburan. Sebelum siraman, dada dan punggung calon pengantin diberi luluran lalu juru rias mempersilahkan orangtua dan sesepuh untuk bergantian menyirami. Setelah selesai, air bekas siraman diberikan kepada anak gadis dan jejaka yang hadir dengan maksud agar mereka dapat segera mengikuti jejak calon pengantin. Upacara ini dinamakan bendrong sirat yaitu air bekas siraman disirat-siratkan atau dipercik-percikan pada anak gadis dan jejaka yang datang ke acara ini. Apabila calon pengantin masih merupakan keturunan dari Keraton Kacirebonan biasanya sebelum acara pernikahan dilaksanakan, calon pengantin akan melakukan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati dan leluhur raja-raja Cirebon untuk mendapatkan restu.

Parasan

Setelah acara siraman, upacara dilanjutkan dengan acara parasan untuk calon pengantin wanita atau ngerik yaitu membuang rambut halus yang dilakukan juru rias seraya disaksikan oleh orangtua dan para kerabat. Acara ini diringi dengan musik karawitan moblong yang artinya murub mancur bagaikan bulan purnama.

Tenteng pengantin

Tiba hari pernikahan yang telah disepakati, pihak gadis mengirimkan utusannya untuk menjemput calon pengantin pria. Setiba di rumah keluarga pria dan utusan menyampaikan maksud kedatangannya untuk menenteng (membawa) calon pengantin pria ke tempat upacara pernikahan di rumah pihak gadis. Orangtua pengantin pria tidak ikut dalam upacara akad nikah dan dilarang untuk menyaksikan. Pada waktu ijab qabul, calon pengantin pria ditutup dengan kain milik ibu pengantin wanita.
Hal ini menandakan bahwa pria itu telah menjadi menantunya. Setelah selesai kain itu diambil kembali, yang menandakan bahwa pengantin sudah tidak lagi dalam perlindungan orangtua dan sekarang memiliki tanggung jawab sendiri.

Salam temon

Selesai akad nikah dilakukan upacara salam temon (bertemu). Kedua pengantin dibawa ke teras rumah atau ambang pintu untuk melaksanakan acara injak telur. Telur yang terdiri dari kulit, cairan warna putih dan kuning di dalamnya mengandung makna:

kulit sebagai wadah/tempat, putih adalah suci/pengabdian seorang istri, kuning lambang keagungan. Dengan begitu segala kesucian dan keagungan sang istri sejak saat itu sudah menjadi milik suaminya. Alat yang digunakan antara lain pipisan atau sejenis batu persegi panjang/segi empat yang dibungkus dengan kain putih. Pengantin pria menginjak telur melambangkan perubahan statusnya dari jejaka menjadi suami dan ingin membina rumah tangga serta memiliki keturunan.

Pengantin wanita membasuh kaki suaminya yang melambangkan kesetiaan dan ingin bersama-sama membina rumah tangga yang bahagia. Sebelum membasuh kaki, pengantin wanita melakukan sungkem pada suaminya. Bila pengantin berasal dari keluarga yang cukup berada, biasanya saat acara salam temon ini diadakan acara gelondongan pangareng yaitu membawa upeti berupa barang (harta) yang lengkap.

Sawer atau surak

Acara ini diadakan sebagai bentuk ungkapan rasa bahagia orangtua atas terlaksananya pernikahan anak-anak mereka. Uang receh yang dicampur dengan beras kuning dan kunyit ditaburkan sebagai tanda agar kedua pengantin diberikan limpahan rezeki, dapat saling menghormati, hidup harmonis dan serasi.

Pugpugan tawur

Dengan posisi jongkok, kepala pengantin ditaburi pugpugan oleh juru rias. Pugpugan ini terbuat dari welit yaitu ilalang atau daun kelapa yang sudah lapuk. Acara ini bertujuan agar pernikahan dapat awet bagaikan welit yang terikat erat sampai lapuk serta keduanya dapat memanfaatkan sebaik mungkin rezeki yang mereka dapatkan dengan baik. Selesai acara, oleh juru rias, pengantin dibawa ke pelaminan. Orangtua pengantin pria lalu dijemput oleh kerabat dari pengantin wanita untuk bersama-sama mendampingi pengantin di pelaminan.

Adep-adep sekul (makan nasi ketan kuning)

Acara pengantin makan nasi ketan kuning ini dipimpin oleh juru rias. Nasi ketan kuning ini dibentuk seperti bulatan kecil berjumlah 13 butir. Pertama, orangtua pengantin wanita menyuapi pengantin sebanyak empat butir. Dilanjutkan dengan orangtua pihak pria memberi suapan sebanyak empat butir. Lalu empat butir lagi, kedua pengantin bergantian saling menyuapi. Sisanya satu butir untuk diperebutkan, siapa yang mendapatkan butiran nasi ketan kuning terakhir melambangkan bahwa dialah yang akan mendapatkan rezeki paling banyak .

Namun rezeki ini tidak boleh dimakan sendiri dan harus dibagi pada pasangannya. Saat acara berlangsung, kedua pengantin duduk berhadapan yang melambangkan menyatunya hati suami-istri untuk membina rumah
tangga bahagia. Selain itu, acara adep-adep sekul ini juga mengandung arti kerukunan dalam rumah tangga, yaitu terhadap pasangannya, orangtua, serta mertua.

Sungkem pada orangtua

Kedua pengantin melakukan sembah sungkem pada orangtua dengan cara mandap (berjongkok) yang merupakan cerminan rasa hormat dan terima kasih kepada orangtua atas segala kasih sayang dan bimbingan yang selama ini dicurahkan kepada anaknya. Kedua pengantin juga memohon doa restu untuk membina rumah tangga sendiri bersama pasangan. Setelah acara sungkem, dilagukan kidung Kinanti dengan harapan agar pengantin dapat menjalankan bahtera rumah tangganya seia, sekata, sehidup, semati.

Pemberian doa restu, ucapan selamat, dan hiburan


Setelah memperoleh restu dari orangtua, pengantin mendapatkan ucapan selamat berbahagia dari sanak kerabat yang hadir. Biasanya juga diadakan acara hiburan seperti tari-tarian yaitu tari topeng, tari bedoyo dan tari tayub.

Nama : MEGAH PAHLETI
NPM : 17215540
Kelas : 1EA07


Sumber : 

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Fluttershy - Working In Background

Instagram